Kamis, November 25, 2010

Ijtihad Imam dalam LDII


Porsi Ijtihad dalam Timbangan LDII



Sebagaimana telah diketahui bahwa berdasarkan sumbernya hukum islam secara garis besar terbagi atas tiga bagian yakni hukum Allah, rasulullah, dan ijtihad dari mujtahid.

Pada pembahasan kali ini, kami akan coba melanjutkan pembahasan sebelumnya tentang sumber ilmu LDII. Pada pembahasan yang lalu, kami telah isyaratkan indikasi penyempitan sumber ilmu yang hanya boleh diambil oleh orang-orang LDII dari kalangan muballigh mereka sendiri.

Pada tatanan realita, praktek yang terjadi di kalangan LDII adalah adanya teks bulanan pada setiap bulannya yang berisikan ijtihad dan nasihat imam pusat yang dibai'at oleh seluruh warga LDII. Nasihat ijtihad itu berisikan berbagai macam perkara, biasanya terkait hal dan keadaan pada bulan diturunkannya teks tersebut.

Lalu, bagaimana posisi ijtihad imam bagi kalangan LDII dalam kaitannya sebagai sumber hukum?

Ijtihad imam, sebagaimana yang kami saksikan, merupakan hal yang sangat sakral, dan posisinya seakan menjadi rujukan utama dalam menentukan hukum di kalangan LDII. Hal ini dibuktikan dengan kecenderungan warga LDII untuk mengabaikan segala bentuk penjelasan dan peringatan yang diperoleh dari kajian quran dan sunnah jika hal tersebut bertentangan dengan arahan Imam mereka. Mungkin anda akan bertanya, apakah ada kemungkinan kontradiksi antara penjelasan quran dan sunnah dalam kajian-kajian di majelis LDII dengan ijtihad imamnya? dalam perspektif kami- Iya, dan insyaAllah akan kami sebutkan satu demi satu pada kesempatan berikutnya.

Seperti yang telah kami singgung pada tulisan sebelumnya, hal ini dikarenakan oleh opini bentukan di kalangan mereka sendiri bahwa keilmuan imam dan wakil-wakilnya serta seluruh ulama-ulama pusat LDII dalam menelaah quran dan sunnah sudah sangat mumpuni, sehingga menyandarkan segala hal peribadatan kepada ijtihad imam dirasakan menjadi sangat wajar bahkan terkesan harus bagi mereka.

Sewaktu kami masih aktif sebagai muballigh LDII kami menyaksikan hampir seluruh dari saudara-saudara kami di LDII, termasuk kami tentunya, tidak menyadari telah menempatkan aturan/ijtihad imam pada tempat yang sejajar dengan aturan Allah dan Rasul-Nya, bahkan lebih di atas. Semoga Allah menyadarkan mereka atas anggapan mereka itu, dan alhamdulillah rabbil 'alamin karena Allah telah menyadarkan kami akan tinggi dan luhurnya peraturan Allah dan rasul-Nya mengalahkan seluruh aturan manusia di muka bumi ini.

Sampai di sini kami telah mengerucutkan potensi inkonsistensi rujukan hukum di kalangan LDII. Kami menyaksikan bahwa klaim pemurnian kajian quran dan sunnah mengalami distorsi pada tatanan aplikasinya. Secara umum warga LDII mengakui bahwa hukum agama bersumber dari Allah, rasul-Nya, dan mujtahid, tetapi pada kenyataannya mengambil rujukan dari ijtihad imam mereka menempati porsi yang lebih dominan daripada hukum yang datang dari quran dan sunnah. Seperti yang telah kami singgung di atas, kedepan, insyaAllah, akan kami sebutkan beberapa hal terkait ketidak-selarasan antara kajian yang ditemui dalam sumber Allah dan Rasul-Nya dengan ijtihad imam LDII.

Jika anda adalah anggota aktif LDII, atau bahkan muballighin LDII, anda tentu dapat melihat secara jujur, bagaimana kelumrahan mengenyampingkan apapun hasil kajian dari majlis kajian LDII dengan semangat "untuk tidak menyelisihi ijtihad imam" anda. Bagi sebagian besar warga LDII, akan merasa bahwa mentaati ijtihad adalah perbuatan yang mulia, hal tersebut adalah ibadah, dan alasan-alasan lain. Mudah-mudahan Allah memberikan taufik dan hidayah kepada seluruh kaum muslimin untuk mengetahui mana yang prioritas dari sumber hukum agama ini.

Sedikit tambahan referensi terkait ijtihad.

Dr. Muhammad bin Husain al-Jizani memaparkan, bahwa ijtihad secara terminologi adalah ‘mengerahkan segala kemampuan dalam rangka mengkaji dalil-dalil syari’at dengan tujuan menarik kesimpulan hukum syari’at’ (lihat Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 464 cet. Dar Ibnul Jauzi).

Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Tidaklah suatu pendapat wajib diikuti dalam segala keadaan kecuali Kitabullah atau Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun segala sesuatu selain keduanya harus mengikuti keduanya.” (Jima’ al-‘Ilm hal. 11, sebagaimana tertera dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 68). Ucapan beliau ini benar-benar dibangun di atas kepahaman terhadap ajaran Islam, pokok maupun cabang-cabangnya. Hal itu selaras dengan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Kemudian apabila kalian berselisih tentang perkara apa saja maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan rasul (as-Sunnah)…” (QS. an-Nisaa’: 59). Oleh sebab itu Imam Ibnu Abdil Barr berkata, “Ketahuilah wahai saudaraku, sesungguhnya as-Sunnah dan al-Qur’an keduanya merupakan sumber pendapat akal/rasio dan standar baginya. Bukanlah rasio yang menjadi standar/timbangan yang menghakimi as-Sunnah. Akan tetapi as-Sunnah itulah yang menjadi standar yang menghakimi rasio.” (Jami’ Bayanil ‘Ilmi wa Fadhlihi, [2/173] sebagaimana tertera dalam Ma’alim Ushul Fiqh, hal. 73)

Allahul Musta'aan

Minggu, November 21, 2010

Sumber Ilmu LDII


Dari Manakah Ilmu Agama Warga LDII?
 


Pada pembahasan sebelumnya telah kami sebutkan pijakan LDII dalam menjalankan akidahnya. Pijakan tersebut adalah merupakan sumber utama dari semua cabang pemikiran yang muncul di kalangan LDII. Tentu saja pijakan tersebut pun di dasarkan pada sumber yang diakui dari quran dan sunnah oleh kalangan LDII. Pada kesempatan berikutnya, insyaAllah, akan kami sebutkan sandaran utama tersebut dalam perspektif yang berbeda dengan keumuman pemahaman orang-orang LDII, mudah-mudahan bisa semakin memperkaya khasanah keilmuan kita sekalian.

Hal pertama yang muncul sebagai cabang dari pokok pemikiran di atas adalah terkait  sumber ilmu pengikut LDII. Setelah jamaah LDII melalui fase paham jamaah dengan materi kajian yang terbilang rahasia/bithonah terkait bai'at dan kehalalan hidup tersebut, maka para muballigh LDII mulai menyampaikan bahwa sumber ilmu yang shah adalah hanya dari LDII, dengan menyebutkan pondok-pondok pesantren sebagai basis rujukan ilmunya, di sana terdapat pemuka pendapat atau opinion leader bagi keilmuan mereka yang disebut dengan term ulama seratus, ulama sepuluh, paku bumi, dan guru-guru pondok pada level biasa seperti guru bujang, dll.

Jamaah LDII yang mendapat kajian-kajian fase pemantapan ini akan mendapatkan masukan-masukan dari muballighnya bahwa opinion leader di pusat adalah mereka yang keilmuannya sangat mumpuni, maka mengambil ilmu dari mereka adalah wajib, sedangkan mengambil ilmu dari selain mereka dapat mengakibatkan kesesatan dengan anggapan bahwa hanya di LDII-lah ilmu dapat diperoleh melalui jalur manqul, musnad, dan mutassil, sedangkan di luar LDII tidak ada perolehan ilmu dengan cara itu.1)

Pada dasarnya istilah manqul, musnad, dan mutassil ini adalah terminologi agama yang dikenal di dunia islam secara umum, yang dipinjam oleh muballigh-muballigh LDII untuk menguatkan anggapan bagi jamaahnya bahwa ilmu yang baik sumbernya hanyalah yang diperoleh dari kalangan mereka saja, karena istilah-istilah tersebut hanya ada dan diterapkan di kalangan LDII saja, sehingga timbul kesan di kalangan internal LDII bahwa semua bentuk keilmuan di luar mereka adalah batal dan tidak memenuhi standardisasi keilmuan yang baik.

Namun apakah betul maksud pengklaiman istilah manqul, musnad, mutassil tersebut sesuai dengan maksud penamaannya?

Coba anda perhatikan sekitar anda, bagi anda muballigh yang aktif di LDII dapat mendeteksi ini dengan mudah, ketika anda sekalian memperoleh ilmu dari guru yang juga memiliki isnad dan mengajarkannya dengan manqul, dan juga mutassil, namun  pada kenyataannya berbeda atau menyelisihi pemahaman keilmuan mereka yang ada di pusat, maka ilmu anda yang juga manqul, musnad, dan mutassil itu akan divonis sebagai ilmu yang tidak benar.

Perhatikan lagi, ketika ulama di luar LDII memberikan nasihat baik melalui TV, radio, internet, dll maka kecenderungan warga LDII yang telah paham dengan materi pemantapan di atas (tentang keilmuan yang shah hanyalah dari kalangan mereka, karena telah melalui metode yang  terstandardisasi) akan mengatakan bahwa semua perkataan da'i di luar LDII itu bukanlah sesuatu yang valid dari tinjauan keilmuan quran dan sunnah. Semudah itu! dan tanpa perlu menyimak konten dakwahnya, isi nasihatnya, atau materi kajiannya. Semua dengan alasan bahwa selain ulama LDII maka ilmunya tidak sah, tanpa perlu pembuktian - langsung dijatuhkan vonis tidak manqul, musnad, dan mutasil.

Bahkan, ketika beberapa teman kami yang menunaikan ibadah haji dan atau umrah ke Saudi Arabia, lalu menyempatkan mengikuti majelis ilmu  dari guru-guru di Masjidil Haram melalui halaqoh-halaqoh mereka, dan kembali ke Indonesia dengan membawa sedikit ilmu yang diperoleh dari Makkah tersebut, tetap saja ilmu itu akan dianggap keliru jika pada kenyataannya menyelisihi keumuman paham guru-guru besar LDII.

Maka pertanyaannya adalah, lalu apa maksud penamaan manqul, musnad, dan mutasil itu? jika seorang jamaah LDII yang memperoleh ilmu dari guru yang telah sesuai dengan kriteria term manqul, musnad, dan mutassil, itu juga harus dikatakan batal?

Apa sebenarnya isu sentralnya (central issue)? kriteria perolehan ilmu-kah? atau sama atau tidaknya ilmu  dengan pemahaman guru-guru besar di LDII?

Begitu mudah bagi warga LDII untuk mengatakan bahwa semua ulama' di luar LDII tidak memiliki ilmu yang murni, bahkan anda masih bisa mendengar dari kalangan muballigh yang mengatakan bahwa kemurnian bahkan tidak terdapat di Arab Saudi kini, artinya bahwa kemurnian ilmu hanya ada pada LDII, dengan demikian turunlah tag line baru "jika mau beramal dari ilmu yang murni maka ambillah dari pusat ilmu di LDII"

Maka, tampak bahwa penyempitan makna sumber kemurnian ilmu dengan mengatas-namakan terminologi yang dikenal dalam istilah agama, yaitu manqul, musnad, mutasil, ini bertujuan agar setiap individu dari warga LDII hanya mau mengambil ilmu dari kalangan internal LDII saja, dan alergi terhadap semua ilmu dan pandangan keilmuan dari ulama-ulama di luar mereka, meskipun diperoleh dengan standarisasi manqul, musnad, dan mutassil.

Kami yang pernah lama menjadi muballigh di LDII mendapatkan pembekalan dari pusat bahwa ilmu yang shah adalah ilmu yang berasal dari kalangan internal LDII, dan ilmu yang berasal dari kalangan luar LDII adalah ilmu yang batal betapapun bagusnya, karena keberadaan manusia di luar LDII menyebabkan ketidak-halalan hidup mereka, maka keilmuan dan segenap kehidupannya pun tidak halal.
Maka muncullah jargon "hidupnya saja tidak halal, maka untuk apa mengambil ilmu dari mereka?"


Kami memohon ampunan kepada Allah dari kekeliruan yang pernah kami perbuat. Mengatas-namakan manqul, musnad, dan mutasil, untuk mewajibkan murid-murid kami mengambil ilmu hanya dari kami dan meniscayakan kebathilan ilmu dari selain kami.

Kami memohon ampunan kepada Allah, atas kekeliruan yang pernah kami perbuat. Mewajibkan murid-murid kami mengambil ilmu dari kami agar kami mudah mengendalikan mereka.

Semoga Allah memberi keikhlashan kepada mantan murid-murid kami di LDII untuk memaafkan kami yang telah mengajarkan begitu banyak kekeliruan kepada mereka karena keterbatasan ilmu kami. Semoga mereka kembali kepada jalan yang lurus, jalan yang lebih luas dan yang lebih mudah.

Allaahul Musta'aan

**) Link di atas kami sertakan untuk menjadi referensi dan pengayaan pengetahuan. Semoga ada dari hamba Allah yang mau menjadikannya tambahan pengetahuan.

Pokok Paham LDII


 Landasan Pokok Paham LDII 


 Selama hampir 30 tahun di LDII, secara garis besar kami mengalami dua fase. Fase pertama adalah fase pemula, dan yang kedua adalah fase paham jamaah. Penamaan tersebut hanyalah terminologi buatan kami untuk memudahkan pembagian terkait dengan tahapan waktu selama menjadi anggota LDII.

Pada fase pemula, kami dikategorikan sebagai warga LDII yang belum banyak mengerti tentang  paham jamaah, pengetahuan kami seputar syari'at agama yang kami pelajari melalui majelis-majelis LDII masih pada tahap umum. Pada fase ini, sering terdengar istilah muallaf, jama'ah simpatisan, atau jamaah belum "B" (B = Bai'at). Fase pemula ini lumrah dijalani oleh setiap anggota LDII pada masa-masa awal mengikuti kajian di majelis-majlis LDII.

Terkait dengan materi kajian, pada fase ini para simpatisan ajaran LDII akan mendapatkan materi kajian umum seperti shalat dari kitab humpunan shalat dan nawafil, dalil-dalil dari kitab himpunan adilah, hukum dari kitab himpunan ahkam, dll. Para muballigh LDII akan berusaha menyampaikan semua pembahasan kajian tersebut dengan pengertian-pengertian umum saja. Pada tahap ini biasanya simpatisan LDII akan merasa menemukan pelajaran yang baik dan menarik, khususnya bagi mereka yang sebelumnya tidak pernah belajar agama dari guru yang berkompeten dalam keilmuan. Para simpaisan itu akan mengalami tahap yang sangat membahagiakan dalam hidup mereka karena menemukan kajian yang langsung bersumber pada quran dan hadist.

Dari pengenalan pada tahap awal ini, mereka yang mulai aktif mengikuti kajian di majelis-majelis LDII akan mendapatkan kesimpulan dari para muballighnya berupa tag line "sekarang ngajinya langsung dari quran dan hadist". Dari sinilah pijakan LDII membangun kepercayaan diri bahwa LDII itu anti ro'yu, bagi orang-orang yang awam dalam agama, memang semua tampak berjalan dengan baik, semua tampak seperti pemurnian yang tidak pernah mereka temui sebelumnya. Mereka tidak peduli pada pembahasan-pembahasan yang  lebih jauh, seperti sampai di mana autentifikasi ilmu yang diberikan oleh para guru berupa kemutashilannya, istimbath hukumnya, penelaahan musthalahnya, nahwu dan sharafnya, dan lain-lain.

Kami sebagai tenaga pengajar yang "mahir" dalam mentransfer ilmu "imlah" dari guru-guru kami di pondok-pondok pesantren LDII merasa heran dengan sanjungan dari murid-murid kami di LDII. Mereka begitu percaya dengan keilmuan kami, padahal kami bukanlah muballigh yang sampai menghafal berjuz-juz dari al quran, bukan pula yang mahir dalam ilmu nahwu dan sharaf, apalagi mengenai musthalah hadist dan istimbath hukum. Tetapi kami tampak begitu pandai di mata murid-murid kami, semua karena metode imlah  (yang lebih dikenal manqul ala LDII) tersebut, ilmu yang kami ambil di pesantren adalah ilmu instan yakni cukup dengan mencatat semua perkataan guru kami, lalu itu pulalah yang kami sampaikan kepada murid-murid kami di tempat tugas.

Fase berikutnya adalah fase paham jamaah, tahap ini menggiring pengikut LDII pada tingkat kajian yang lebih di atas dan lebih rahasia bagi masyarakat umum bahkan terhadap sesama warga LDII yang baru berada pada fase awal. Pada fase ini pengikut LDII diperkenalkan dengan istilah-istilah baru seperti nasihat ke dalam, materi bithonah, infak persenan, bai'at, dll.

Para muballigh yang bertindak sebagai assessor menjadi penilai kepatutan kapan jamaahnya layak diberi materi-materi fase paham jamaah, dan kapan jamaahnya cukup tetap diberikan materi-materi pengenalan orang dalam dan orang luar saja.

Ketika para muballigh LDII merekomendasikan jamaah binaannya kepada imam kelompok  untuk dimasukkan pada fase kedua dengan materi kajian yang berbeda, maka pada saat itulah jamaahnya diajarkan apa yang menjadi inti dari paham LDII.

Apakah inti paham LDII itu? kami akan mencoba menyampaikannya sejauh pengetahuan kami dan berusaha sejujur mungkin sehingga anda dapat memperkaya pengetahuan anda tentang LDII dan ajarannya. Sebagai orang yang pernah lama menjadi guru/muballigh di kalangan LDII, kami mendapatkan pendidikan di pondok-pondok pesantren LDII tentang materi "inti" ini. Meteri yang menyangkut hal-hal bithonah yang hanya dibuka pada jamaah-jamaah yang telah melalui fase pemula.

Pijakan utama dari paham LDII adalah "tidak ada islam kecuali dengan berjamaah"1). Maka para pengikut ajaran LDII pada tahap ini akan diberikan semacam ultimatum, bahwa islam seseorang barulah bermakna jika ia berjamaah. Pada tahap ini terkadang para muballigh memberikan shock therapy kepada jamaahnya bahwa "hidup mereka / para jamaahnya masih dalam zona haram hingga mereka membaiat amir jamaah LDII"2)

Berangkat dari dua pokok pemahaman tersebut-lah jamaah LDII menganggap bahwa semua orang islam di luar golongannya, yakni yang tidak membaiat amirnya, adalah belum beragama islam dengan sebenar-benarnya islam meskipun mereka telah mengerjakan rukun islam dengan baik, lebih dari itu hidup mereka bahkan divonis dalam zona haram yang mati sewaktu-waktu diancam dengan neraka.

Inilah keyakinan pokok setiap warga LDII. Sejauh pengetahuan kami, dari sinilah muncul berbagai macam vonis yang dilontarkan oleh warga LDII kepada setiap individu muslim yang berada di luar golongannya. Akan datang, insyaAllah, pembahasan berupa apa saja perkara yang muncul akibat dari pemahaman tersebut.

Allahul Musta'aan...

**) Link-link di atas sengaja ditampilkan untuk referensi pembanding, semoga ada  dari hamba Allah yang mau  mengambil manfaat untuk kebaikannya.

Mengenal LDII dari Perspektif yang Berbeda


 LDII dalam Perspektif yang Berbeda


Blog ini, insyaAllah, akan memuat segala seluk beluk Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang telah kami kenal selama hampir 30 tahun, dengan status kami sebagai muballigh/tenaga pengajar di dalamnya. Kami berharap ummat islam yang ingin mengenal organisasi LDII lebih jauh bisa melihatnya dari berbagai perspektif sehingga membuat mereka lebih mudah dalam mengambil keputusan untuk menjadi anggota LDII atau keluar dari keanggotaan LDII.

Kami akan berusaha menyampaikan segala yang kami ketahui tentang LDII, tentunya sejauh pengetahuan kami yang pernah menjadi anggotanya. Jika suatu saat terdapat bantahan terhadap segala bentuk isi dari blog ini, maka akan kami hormati sebagai bentuk pengayaan pandangan terhadap organisasi LDII. Kami berharap segala bentuk diskusi atau bahkan perdebatan di dalamnya selalu dilandasi  oleh rasa persaudaraan islami yang mengedepankan perdamaian dan menghendaki rahmat dari Allah subhanahu wata'ala.

Blog ini kami buat setelah kami mempertimbangkan urgensi dari hak ummat islam secara umum, dan secara khusus kepada saudara-saudara dan kerabat kami, yang sedang giat mencari pengetahuan keagamaan mereka, untuk menyediakan second opinion terhadap mereka dalam petualangannya mencari kebenaran. Kami berharap kepada Allah agar apa yang akan kami tampilkan di dalam blog ini bisa memberikan sumbangsih kepada mereka dalam menentukan pilihan keyakinan mereka.

Kami percaya bahwa mengetahui sesuatu dari beberapa sudut pandang dapat membuat seseorang bijak dan berhati-hati dalam menentukan langkahnya menyikapi sesuatu itu. Dalam hal ini, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) yang telah berhasil memberikan sumbangsih kepada ummat di negeri ini, juga perlu diketahui seluk beluknya dari sisi pandang  yang lain, yang mungkin belum sempat disampaikan oleh organisasi LDII sendiri.

Kami bersedia membantu masyarakat, khususnya kerabat-kerabat kami yang ada di luar LDII maupun di dalam LDII, untuk mengetahui dan mengenal LDII dari perspektif berbeda, yakni dari perspektif kami yang pernah aktif sebagai pelaku/pengemban dakwah di LDII.

Semoga Allah memberikan kebaikan yang tiada hingga kepada kita sekalian, dan menyatukan kita dalam persatuan islam yang kokoh, yaitu Jama'atul Muslimiin yang berdiri tegak di atas sunnah rasulullah sallallahu alaihi wa sallam.

Allahul Musta'aan